Sebagian kawan kita yang menyatakan Allah berada di langit atau
bersemayam di atas `arsy berdalil dengan sebuah hadits yang menceritakan
tentang kisah seorang budak wanita yang berdialog dengan Rasul Saw.. Dalam
hadits tersebut Rasul Saw. melakukan dialog untuk mengetahui keimanan atau
indikasi yang menunjukkan bahwa budak wanita yang dimaksud sudah beriman
atau belum? Budak dimaksud apakah telah memenuhi persyaratan untuk bisa
menjadi kafarah, berupa pembebasan seorang budak beriman bagi muslim yang
melanggar perbuatan tertentu di dalam syariat atau tidak?!
Pada penghujung sebuah hadits riwayat Imam Muslim dengan sanad Mu`awiyah
bin Hakam direkamkan dialog antara Rasul Saw. dengan budak seperti redaksi
berikut: Rasulullah Saw. berkata: "datangkanlah ia kesini". Kemudian akupun
mendatangkan budak wanita tersebut ke hadapaan beliau. Beliau kemudian
bertanya: " Dimanakah Allah?", maka ia menjawab: " Di langit", beliau
bertanya lagi: "Siapa aku?", maka ia menjawab: " Anda Rasul Allah" Lalu
beliau bersabda: "Bebaskanlah ia, karena ia seorang yang beriman" (HR.
Muslim)
Secara umum jumhur umat menolak hadits ini, disebabkan karena faktor: 1.
Hadits ini bertentangan dengan dalil-dalil yang lebih kuat secara naqli dan
`aqli[1 ]. 1. Diantara dalil naqli: a. QS: An Nahl: 17 Maka apakah (Allah)
yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)?
b. QS: Al Syura: 11 : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia c.
Banyak hadits yang menyatakan bahwa Rasul Saw. ketika menanyakan atau
menguji keimanan seseorang selalu dengan menggunakan syahadat bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah dan syahadat Muhammad adalah utusan Allah. Hadits
seperti ini mencapai kapasitas mutawatir!
2. Dalil `aqly a. Allah mahasuci dari tempat dan bertempat pada sesuatu
apapun dari makhluqNya. Allah mahasuci dari waktu dan pengaruh ruang waktu.
Karena keduanya adalah milik Allah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam
al Razi di dalam menafsirkan firman Allah QS: Al An`am: 12 : "Katakanlah:
"Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?" Katakanlah:
"Kepunyaan Allah"." Ayat ini menjelaskan bahwa tempat dan semua yang berada
pada tempat adalah milik Allah. Dan firman Allah QS: Al An`am: 13 "Dan
kepunyaan Allah-lah segala yang ada pada malam dan siang hari." Ayat ini
menjelaskan bahwa waktu yang bergulir dan semua yang masuk ke dalam ruang
waktu adalah kepunyaan Allah, bukan sifatNya
b. Akal manusia secara pasti dan tegas menyatakan bahwa Allah, al Khaliq
pasti beda dengan makhluqNya. Bila makhluq bertempat/tidak terlepas dari
tempat tertentu, maka Allah tidak bertempat tertentu. Karena Allah beda
dengan makhluqNya. Bila makhluq berada atau dipengaruhi oleh dimensi waktu,
sedangkan Allah tidak!
c. Allah bersifat qadim, oleh karena itu Allah tidak berada pada ruang
tempat tertentu, baik sebelum diciptakan `arsy dan langit ataupun
setelahnya. Apabila Allah berada di atas langit atau di atas `arsy setelah
Allah menciptakan keduanya, berarti Allah memiliki sifat hadits, karena
keberadaan Allah di atas langit dan `arsy telah didahului oleh ketiadaan
langit dan `arsy dan Allah tidak berada di atas langit dan `arsy sebelum
diciptakan keduanya. Setelah ada, baru kemudian bersemayam diatasnya. Ini
artinya kita menyifati Allah dengan sifat hadits. Sedangkan secara kaidah
dinyatakan: bahwa semua yang bisa dihinggapi oleh sifat hadits adalah
hadits.
2. Hadits ini merupakan hadits yang menjadi perbincangan para ulama sejak
dahulu dan sampai kini, yang tidak diterima oleh sebagian orang karena
bid`ah yang mereka lakonkan[2 ]. Para hafiz di bidang hadits dan para pakar
hadits yang mu`tabar sepanjang sejarah sepakat menyatakan bahwa hadits ini
adalah hadits mudltharib, yang disebabkan oleh banyaknya versi dari hadits
ini, baik secara redaksional maupun secara sanad hadits. Oleh karena itu
sebagian ulama mengatakan hadits ini adalah sahih tapi syadz dan tidak bisa
dijadikan landasan menyangkut masalah akidah! .
Mari kita kaji lebih lanjut hadits yang menceritakan tentang kisah budak
wanita ini secara komprehensif, komparatif dan kritis.
Perhatikanlah redaksi hadits di dalam Sahih Muslim secara lengkap:
روى عن معاوية بن الحكم السلمي قال: بينا أنا أصلي مع رسول الله صلى الله
عليه و سلم إذ عطس رجل من القوم فقلت يرحمك الله فرماني القوم بأبصارهم فقلت
واثكل أمياه ما شأنكم ؟ تنظرون إلي فجعلوا يضربون بأيديهم على أفخاذهم فلما
رأيتهم يصمتونني لكني سكت فلما صلى رسول الله صلى الله عليه و سلم فبأبي هو
وأمي ما رأيت معلما قبله ولا بعده أحسن تعليما منه فوالله ما كهرني ولا ضربني
ولا شتمني قال إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس إنما هو التسبيح
والتكبير وقراءة القرآن أو كما قال رسول الله صلى الله عليه و سلم قلت يا رسول
الله إني حديث عهد بجاهلية وقد جاء الله بالإسلام وإن منا رجالا يأتون الكهان
قال فلا تأتهم قال ومنا رجال يتطيرون قال ذاك شيء يجدونه في صدورهم فلا يصدنهم
(قال ابن المصباح فلا يصدنكم ) قال قلت ومنا رجال يخطون قال كان نبي من
الأنبياء يخط فمن وافق خطه فذاك قال وكانت لي جارية ترعى غنما لي قبل أحد
والجوانية فاطلعت ذات يوم فإذا الذيب [ الذئب ؟ ؟ ] قد ذهب بشاة من غنمها وأنا
رجل من بني آدم آسف كما يأسفون لكني صككتها صكة فأتيت رسول الله صلى الله عليه
و سلم فعظم ذلك علي قلت يا رسول الله أفلا أعتقها ؟ قال ائتني بها فأتيته بها
فقال لها أين الله ؟ قالت في السماء قال من أنا ؟ قالت أنت رسول الله قال
أعتقها فإنها مؤمنة
Diriwayatkan dari Mu`awiyah Bin Hakam Al Sulamiy: Ketika saya shalat
bersama Rasulullah Saw. ada seorang laki-laki yang bersin, lantas saya
mendo`akannya dengan mengucapkan yarhamukaLlah. Semua orang yang shalat
lantas melihat kepadaku dan aku menjawab: "Celaka kedua orangtua kalian
beranak kalian, ada apa kalian melihatku seperti itu?!" Kemudian mereka
memukulkan tangan mereka ke paha-paha mereka. Aku tahu mereka memintaku
untuk diam, maka akupun diam. Ketika telah selesai Rasul Saw. menunaikan
shalat, demi ayah dan ibuku, aku tidak pernah melihat sebelum dan
sesudahnya seorang guru yang lebih baik cara mendidiknya daripada Rasul
saw.. Demi Allah, beliau tidak menjatuhkanku, tidak memukulku, dan juga
tidak mencelaku. Beliau hanya berkata: "Sesungguhnya shalat ini tidak boleh
ada perkataan manusia di dalamnya. Di dalam shalat hanyalah terdiri dari
tasbih, takbir dan bacaan al Qur`an." Atau sebagaimana yang dikatakan oleh
Rasul saw.. Aku kemudian menjawab: "Wahai Rasul Saw. sesungguhnya aku
adalah seorang yang baru saja berada di dalam kejahiliyahan kemudian datang
islam. Dan sesungguhnya diantara kami masih ada yang mendatangi para dukun.
Beliau berkata: "Jangan datangi mereka!" Aku kemudian menjelaskan bahwa
diantara kami masih ada yang melakukan tathayyur (percaya terhadap kesialan
dan bersikap pesimistis). Beliau mengatakan: "Itu hanyalah sesuatu yang
mereka rasakan di dalam diri mereka, maka janganlah sampai membuat mereka
berpaling (Kata Ibnu Shabbah: maka janganlah membuat kalian berpaling).
Kemudian ia melanjutkan penjelasan: Aku berkata: dan sesungguhnya diantara
kami ada yang menulis dengan tangan mereka. Rasul Saw. berkata: dari
kalangan Nabi juga ada yang menulis ( khat) dengan tangan, barangsiapa yang
sesuai apa yang mereka tulis, maka beruntunglah ia. Dia kemudian berkata:
saya memiliki seorang budak perempuan yang mengembalakan kambing di sekitar
bukit Uhud dan Jawwaniyyah. Pada suatu hari aku memperhatikan ia
mengembala, ketika itu seekor srigala telah memangsa seekor kambing. Aku
adalah seorang anak manusia juga. Aku bersalah sebagaimana yang lain.
Kemudian aku menamparnya (budak wanita) dengan sekali tamparan. Maka
kemudian aku mendatangi Rasul Saw.. Rasul Saw. menganggap itu adalah suatu
hal yang besar bagiku. Akupun berkata: "Apakah aku mesti membebaskannya?"
Rasul Saw. menjawab: "Datangkanlah ia kesini!". Kemudian akupun
mendatangkan budak wanita tersebut ke hadapan Rasul Saw.. Rasul Saw.
kemudian bertanya: " Dimanakah Allah?", maka ia (budak wanita) menjawab: "
Di langit", Rasul Saw. bertanya lagi: "Siapa aku?", maka ia menjawab: "Anda
Rasul Allah". Lalu Rasul Saw. bersabda: "Bebaskanlah ia karena ia adalah
seorang yang beriman" (HR. Muslim)
Hadits ini menjelaskan beberapa hal penting kepada kita, diantaranya
1. Sekelumit pelajaran yang bisa dipetik dari hadits, diantaranya;
a. Rasul Saw. mencontohkan metode mengajar yang tauladan.
b. Hadits ini menceritakan tentang masalah membayar kafarah berupa
pembebasan seorang budak yang disyaratkan mesti beriman. Rasul Saw.
memastikan apakah budak yang akan dibebaskan sudah beriman?!
c. Di dalam hadits menceritakan tentang status periwayat hadits yang baru
masuk islam.
d. Di dalam hadits menceritakan keadaan kaum si periwayat hadits.
e. Di dalam hadits diceritakan cara Rasul Saw. mengetahui bahwa si budak
seorang beriman atau bukan? Berdasarkan indikasi yang nampak oleh Rasul
Saw..[3)
2. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim pada bab " Haram berbicara di
dalam shalat". Beliau tidak meriwayatkan pada bab "iman", bab "kafarah
dengan pembebasan budak beriman", dan juga bukan pada bab " pembebasan
budak". Artinya hadits ini beliau kelompokkan ke dalam masalah-masalah
`amaliyah, bukan bersifat masalah akidah. Karena hadits ini tidak cukup
kuat untuk berdalil di dalam masalah akidah.
3. Imam Nawawi dalam menjelaskan penghujung hadits yang merupakan dialog
antara Rasul Saw. dengan budak wanita, mengatakan bahwa ulama memiliki
banyak persepsi dalam memahaminya, secara ringkas ulama memahaminya dengan
2 metode;
a. Mengimani hadits sebagaimana yang disampaikan oleh Rasul Saw. tanpa
mengkaji lebih jauh makna yang dimaksud dan meyakini bahwa tidak ada yang
semisal dengan Allah sesuatupun serta mensucikan Allah dari segala sifat
makhluq.
b. Takwil dengan makna sesuai dengan sifat yang layak bagi Allah.[4
bersambung...
Sumber lengkap:
http://www.facebook.com/home.php?sk=group_196355227053960&view=doc&id=203195406369942&refid=7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar