Rabu, 26 Oktober 2011
DI BALIK PEMUJAAN WAHABI
By Ibnu Mas'ud DIBALIK PEMUJAAN WAHABI Islam sama sekali tak bisa dilepaskan dari sosok Baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah insan yang menerima wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memberikan pencerahan kepada umat manusia dengan agama yang sempurna ini. Tiada sosok yang patut diagungkan di muka bumi melebihi Baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Segenap keindahan fisik dan budi pekerti terdapat dalam figur Baginda Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Mencintai Baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam adalah bagian dari mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau bersaba: مَنْ أَحَبَّنِي فَقَدْ أَحَبَّ اللهَ وَمَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطاَعَ اللهَ “Barangsiapa mencintaiku, maka ia benar-benar telah mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barangsiapa menaatiku, maka ia benar-benar telah taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Cinta haruslah disertai dengan penghormatan dan pengagungan. Oleh sebab itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan manusia agar mengagungkan sosok Baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (8) بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ “Sesungguhnya kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya dan mengagungkan Rasul-Nya.” Cinta para sahabat kepada Baginda Rasul Shollallohu ‘alaihi wa sallam adalah cinta yang patut diteladani. Dalam hadits-hadits disebutkan bagaimana para sahabat saling berebut bekas air wudhu Baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Meski hanya tetesan air, namun air itu telah menyentuh jasad makhluk yang paling dekat dengan Sang Pencipta. Karena itulah mereka begitu memuliakannya dan mengharap berkah yang terpendam di dalamnya. Ketika Baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam mencukur rambut, para sahabat senantiasa mengerumuni beliau. Mereka ingin mendapatkan potongan rambut beliau meski sehelai. Dengan rambut itu mereka hendak mengenang dan mengharap berkah Nabi Shollallohu ‘ alaihi wa sallam. Demikianlah rasa cinta para sahabat kepada Baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam. PRIMITIF Apa yang berlaku saat ini di Bumi Haramain adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan kaidah cinta. Di sana orang- orang Wahabi mengaku mencintai Baginda Nabi Shollallohu ‘ alaihi wa sallam, akan tetapi mereka sama sekali tidak menghormati beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Mereka bahkan melecehkan beliau dan melakukan perbuatan yang teramat tidak pantas kepada sosok sebesar beliau. Bayangkan saja, rumah yang ditempati beliau selama 28 tahun, yang semestinya dimuliakan, mereka ratakan dengan tanah kemudian mereka bangun di atasnya toilet umum. Sungguh keterlaluan! Fakta ini belakangan terkuak lewat video wawancara yang tersebar di Youtube. Adalah Dr. Sami bin Muhsin Angawi, seorang ahli purbakala, yang mengungkapkan fakta itu. Dalam video berdurasi 8:23 menit itu, ia mengungkapkan bahwa ia telah melakukan penelitian selama bertahun-tahun untuk mencari situs rumah Baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Setelah berhasil, ia menyerahkan hasil penelitiannya kepada pihak yang berwenang. Respon pihak berwenang Arab Saudi ternyata jauh dari perkiraan pakar yang mengantongi gelar Doktor arsitektur di London itu. Bukannya dijaga untuk dijadikan aset purbakala, situs temuannya malah mereka hancurkan. Ketika ditanya oleh pewawancara mengenai bangunan apa yang didirikan di atas lahan bersejarah itu, Sami Angawi terdiam dan tak mampu berkata-kata. Si pewawancara terus mendesaknya hingga akhirnya ia mengakui bahwa bangunan yang didirikan kelompok Wahabi di atas bekas rumah Baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam adalah WC umum. Sami Angawi merasakan penyesalan yang sangat mendalam lantaran penelitiannya selama bertahun-tahun berakhir sia-sia. Ia kemudian mengungkapkan harapannya, “Kita berharap toilet itu segera dirobohkan dan dibangun kembali gedung yang layak. Seandainya ada tempat yang lebih utama berkahnya, tentu Allah Subhanahu wa Ta’ala takkan menjadikan rumah itu sebagai tempat tinggal Rasul Shollallohu ‘alaihi wa sallam dan tempat turunnya wahyu selama 13 tahun.” Ulah jahil Wahabi itu tentu saja mengusik perasaan seluruh kaum muslimin. Situs rumah Baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam adalah cagar budaya milik umat Islam di seluruh penjuru dunia. Mereka sama sekali tidak berhak untuk mengusik tempat terhormat itu. Ulah mereka ini kian mengukuhkan diri mereka sebagai kelompok primitif yang tak pandai menghargai nilai-nilai kebudayaan. Sebelum itu mereka telah merobohkan masjid-masjid bersejarah, di antaranya Masjid Hudaybiyah, tempat Syajarah ar-Ridhwan, Masjid Salman Alfarisi dan masjid di samping makam pamanda Nabi, Hamzah bin Abdal Muttalib. Pada tanggal 13 Agustus 2002 mereka meluluhkan masjid cucu Nabi, Imam Ali Uraidhi menggunakan dinamit dan membongkar makam beliau. Selama ini kelompok Wahabi berdalih bahwa penghancuran tempat-tempat bersejarah itu ditempuh demi menjaga kemurnian Islam. Mereka sekadar mengantisipasi agar tempat- tempat itu tidak dijadikan sebagai ajang pengkultusan dan perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada kemusyrikan. Akan tetapi dalih mereka agaknya kurang masuk akal, sebab nyatanya mereka berupaya mengabadikan sosok Syekh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin, salah seorang tokoh pentolan mereka. Mereka mendirikan sebuah bangunan yang besar dan mentereng untuk menyimpan peninggalan- peninggalan Syekh al-Utsaimin. Bandingkan perlakuan ini dengan perlakuan mereka kepada Baginda Nabi Shollallohu ‘ alaihi wa sallam. Mereka merobohkan rumah Baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam dan menjadikan tempat yang berkah itu sebagai WC umum, kemudian membangun gedung megah untuk Al-Utsaimin. Siapakah sebetulnya yang lebih mulia bagi mereka? Baginda Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam ataukah Syekh al-Utsaimin? Bangunan berdesain mirip buku itu dibubuhi tulisan “Yayasan Syeikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin.” Di dalamnya terdapat benda-benda peninggalan Syekh al-Utsaimin, seperti kaca mata, arloji dan pena. Benda-benda itu diletakkan pada etalase kaca dan masing-masing diberi keterangan semisal, “ Pena terakhir yang dipakai Syekh al-Utsaimin.” Sungguh ironis, mengingat mereka begitu getol memberangus semua peninggalan Baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Ulama mereka bahkan mengharamkan pelestarian segala bentuk peninggalan Baginda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Beruntung, sebagian benda peninggalan beliau telah dipindahkan ke Turki. Wallohu a’lam bish-ShowabSumber : Majalah Cahaya Nabawiy edisi 96 Juli 2011 /Sya’ban 1432 H ..Ibnu mas'ud
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar