Rabu, 12 Oktober 2011

TAKWIL AYAT2 MUTASYABIHAT YANG DILAKUKAN SAHABAT IBN 'ABBAS RODLIYALLAHU 'ANHU

By Imam Nawawi

Telah banyak riwayat yang menukil ta'wîl sahabat Ibn 'Abbas tentang ayat-ayat sifat dengan sanad yang shahih dan kuat.

1) Ibnu Abbas menta'wîl ayat:

يوم يكشف عن ساق

"Pada hari betis disingkapkan." (QS.al Qalam :42) Ibnu Abbas ra. berkata (ayat itu berarti): "Disingkap dari kekerasan (kegentingan)." Disini kata ساق (betis) dita'wîl dengan makna شدة kegentingan.

Ta'wîl ayat di atas ini telah disebutkan juga oleh Ibnu Hajar dalam Fathu al Bâri,13/428 dan Ibnu Jarir dalam tafsirnya 29/38.

Ia mengawali tafsirnya dengan mengatakan, "Berkata sekelompok sahabat dan tabi'în dari para ahli ta'wîl, maknanya (ayat al-Qalam:42) ialah, "Hari di mana disingkap (diangkat) perkara yang genting."

Dari sini tampak jelas bahwa menta'wîl ayat sifat adalah metode dan diamal- kan para sahabat dan tabi'în.

Mereka adalah salaf kita dalam metode ini. Ta'wîl itu juga dinukil oleh Ibnu Jarir dari Mujahid, Said ibn Jubair, Qatadah dan lain-lain.

2) Ibnu Abbas ra. menta'wîl ayat:

و السماء بنيناها بأيد وإنا لموسعون

"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan Sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa." (QS. adz Dzâriyât : 47)
Kata أيد secara lahiriyah adalah telapak tangan atau tangan dari ujung jari jemari hingga lengan,

ia bentuk jama' dari kata يد‎.
(Baca Al Qamûs al Muhîth dan Tâj al 'Ârûs,10/417.)
Akan tetapi Ibnu Abbas ra' mena'wîl arti kata tangan dalam ayat Adz-Dzariyat ini dengan بقوة artinya kekuatan.

Demikian diriwayatkan al-Hafidz Imam Ibnu Jarir ath-Thabari dalam tafsirnya, 7/27.

Selain dari Ibnu Abbas ra., ta'wîl serupa juga diriwayatkannya dari para tokoh tabi'în dan para pemuka Salaf Shaleh seperti Mujahid, Qatadah, Manshur Ibnu Zaid dan Sufyan.

3). Allah swt. berfirman:

فاليوم ننساهم كما نسوا لقاء يومهم هذا

"Maka pada hari ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupa kan pertemuan mereka dengan hari ini…" (QS. Al-A'râf : 51)

Ibnu Abbas ra. menta'wil ayat ini yang menyebut (Allah) melupakan kaum kafir dengan ta'wîl 'menelantarkan/ membiarkan'.
Ibnu Jarir berkata: 'Yaitu maka pada hari ini yaitu hari kiamat,
Kami melupakan mereka, Dia berfirman, Kami membiarkan mereka dalam siksa..' (Tafsir Ibnu Jarir, 8/201) Di sini Ibnu Jarir mena'wîl kata melupakan dengan membiarkan.

Dan ia adalah penggeseran sebuah kata dari makna aslinya yang dhahir kepada makna majazi/kiasan. Beliau telah menukil ta'wîl tersebut dengan berbagai sanad dari Ibnu Abbas ra., Mujahid dan lain-lain.
Ibnu Abbas ra. adalah seorang sahabat besar dan pakar dalam tafsir Al Qur'an…. Mujahid adalah seorang tabi'în agung… Ibnu Jarir, ath-Thabari adalah Bapak Tafsir kalangan Salaf… Dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah riwayat Hadits qudsi: -
"Hai anak Adam, Aku sakit tapi engkau tidak menjenguk-Ku. Ia [hamba] ber- kata, 'Bagaimana aku menjenguk-Mu sementara Engkau adalah Rabbul 'Âlamîin?' Allah menjawab, 'Tidakkah engkau mengetahui bahwa hamba-Ku si fulan sakit, engkau tidak menjenguknya, tidakkah engkau mengetahui bahwa jika engkau menjenguknya engkau akan dapati Aku di sisinya…" (HR. Muslim,4/1990, Hadits no.2569) Apakah boleh kita mengatakan;
Kita akan menetapkan bagi Allah sifat sakit, tetapi sakit Allah tidak seperti sakit kita (makhluk-Nya)? Bolehkah kita meyakini menurut dhahir/lahir kalimat tanpa memasukkan unsur kiasan jika ada seorang hamba sakit maka Allah juga akan
terserang sakit, dan Dia akan berada di sisi si hamba yang sakit itu? Pasti tidak boleh!!

Bahkan kita berhak mengatakan bahwa siapa saja yang mensifati Allah dengan Sakit atau Dia sedang Sakit maka dia benar-benar telah kafir! Sementara pelaku pada kata kerja ‎مرضت adalah kata ganti
orang pertama/aku/si pembicara yaitu Allah. Jadi berdasarkan dhahir tekts dalam hadits itu, Allah-lah yang sakit.

Tetapi pastilah dhahir kalimat itu bukan yang dimaksud. Kalimat itu harus dita'wîl. Demikian pandangan setiap orang berakal. Dan ini adalah sebuah bukti bahwa Sunnah pun mengajarkan ta'wîl kepada kita.

Jadi makna hadits di atas menurut para ulama sebagaimana diuraikan Imam Nawawi dalam Syarah Muslim sebagai berikut; "Para ulama berkata, 'disandarkannya sifat sakit kepada-Nya sementara yang dimaksud adalah hamba sebagai tasyrîf, pengagungan bagi hamba dan untuk mendekatkan. Para ulama berkata tentang maksud engkau akan dapati Aku di sisinya (ialah) engkau akan mendapatkan pahala dari-Ku dan pemuliaan-Ku… " (Syarah Shahih Muslim,16/126)

Dengan FAKTA ini, maka janganlah kita mengikuti pemahaman KAUM ANTI TAKWIL, karna berarti dia telah menentang pemahaman sahabat Ibn 'Abbas, yang berarti juga telah menentang Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wa sallam. والله أعلم

3 komentar:

  1. Ayat di atas menyebut betis secara umum tanpa menyandarkannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ayat tersebut tidak menyebut: Betis Allah atau Betis-Nya. Oleh itu ayat di atas dan takwilan yang didakwa dilakukan oleh Ibn ‘Abbas sebenarnya tidak melibatkan sifat Allah Ta’ala.[2]

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau mahu ayat yg jelas mnyandar pada allah....buka ayat يد الله فوق أيديهم..disitu jelas ibnu abbas juga mentakwil يد dengan قوة

      Hapus
    2. kalau mahu ayat yg jelas mnyandar pada allah....buka ayat يد الله فوق أيديهم..disitu jelas ibnu abbas juga mentakwil يد dengan قوة

      Hapus