Jumat, 21 Oktober 2011

Episode Pembohongan public Abu Ubaidah dan terjebaknya dia dalam bid’ah dholalah (Seputar haul) Oleh Ibnu Abdillah Al-Katibiy

Sebenarnya pembahasan seputar khol, tahlilan atau selametan bagi saya
sudah basi, ibarat nasi sudah sampai setahun. Tapi karena beberapa
permintaan ikhwan agar saya menanggapi episode kebongongan public yang
dilakukan oleh Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi berkenaan persoalan
perayaan khol dan selametan, maka saya sedikit akan memberikan
penjelasan pada dalil-dalil yang dibuat sebagai bantahan Abu Ubaidah
untuk menyalahkan perayaan khol atau selametan.
Abu Ubaidah mengutarakan beberapa dalil untuk menyalahkan khoul,
mauled atau selamatan yang berputar pada persoalan perkara baru.
Pertama ; Ia menampilkan surat al-Maidah ayat ke 5 yang berbunyi :

ﭐﻟْﻴَﻮْﻡَ ﺃَﻛْﻤَﻠْﺖُ ﻟَﻜُﻢْ ﺩِﻳﻨَﻜُﻢْ ﻭَﺃَﺗْﻤَﻤْﺖ‎ ‎ُﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ
ﻧِﻌْﻤَﺘِﻰ ﻭَﺭَﺿِﻴﺖُ ﻟَﻜُﻢُ ﭐﻟْﺈِﺳْﻠَـٰﻢ‎ ‎َﺩِﻳﻨًۭﺎ
ۚ
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridhoi Islam sebagai
agamamu." (QS. al-Ma'idah [5]: 3)
Dengan ayat tersebut, Abu Ubaidah berasumsi bahwa perayaan khaul,
selametan atau tahlilan yang dilakukan mayoritas umat muslim merupakan
penambahan dalam syare'at Islam.

Jawaban saya :
Menggunakan dalil ayat tersebut sebagai larangan perayaan khaul atau
bid'ah-bi'dah hasanah lainnya, adalah sebuah kedangkalan cara berpikir
atau usaha ingin menutupi kebenaran dari kaum muslimin yang awam.
Ayat di atas bukan sedang membicarakan sempurnya atau paripurnanya
hukum-hukum syare'at secara muthlaq, terbukti setelah ayat itu, masih
ada ayat lainnya lagi yang turun tentang hukum seperti ayat tentang
hukum riba.
- Jika ayat itu menjelaskan sempurnanya hukum syare'at Islam secara
muthlaq, berarti syare'at sebelum ayat ini turun yaitu masa-masa Nabi
Saw adalah kurang dan tidak sempurna, barulah sempurna setelah ayat
ini turun ?? Justru merekalah yang berasumsi demikian telah menuduh
Rasul Saw menjalankan perintah dan syare'at Islam tidak sempurna.

- Jika hukum Islam telah paripurna, kenapa juga ada Lajnah Buhutsid
diniyyah, atau komisi fatwa ulama Saudi seperti Ibnu Baz, utsaimin dan
fauzan ??

- Kenapa juga jika telah sempurna, Nabi Saw tidak mengatakan adanya
pembagian bid'ah lughawi dan istilahi, bid'ah haqiqi dan majazi,
bid'ah agama dan dunia ??

- Jika telah sempurna, kenapa juga Nabi Saw tidak menegaskan adanya
tauhid Rububiyyah dan ilahiyyah secara tersurat dan gamblang ??

Maka sungguh para ulama kita khususnya ulama ahli tafsir telah
mengetahui makna ayat tersebut dan menjelaskan maksudnya pada kita.

Berikut penjelasannya:
Imam Qoffal telah menjelaskan maksud ayat tersebut dalam kitab Tafsir
Al-Kabir karya Imam Fakruddin Ar-Razi:

ﺃﻥﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻧﺎﻗﺼﺎ ﺍﻟﺒﺘﺔ،‎ ‎ﺑﻞ ﻛﺎﻥ‎ ‎ﺃﺑﺪﺍ ﻛﺎﻣﻼ،‎ ‎ﻳﻌﻨﻲ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﺸﺮﺍﺋﻊ‎
‎ﺍﻟﻨﺎﺯﻟﺔ ﻣﻦ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻭﻗﺖ
ﻛﺎﻓﻴﺔ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻮﻗﺖ،‎ ‎ﺇﻻ ﺃﻧﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ‎ ‎ﻛﺎﻥ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻓﻲ ﺃﻭﻝ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﻤﺒﻌﺚ ﺑﺄﻥ‎
‎ﻣﺎ ﻫﻮ ﻛﺎﻣﻞ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻟﻴﺲ‎ ‎ﺑﻜﺎﻣﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻐﺪ ﻭﻻ ﺻﻼﺡ ﻓﻴﻪ،‎ ﻓﻼ ﺟﺮﻡ ﻛﺎﻥ
ﻳﻨﺴﺦ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺜﺒﻮﺕ ﻭﻛﺎﻥ ﻳﺰﻳﺪ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻌﺪﻡ،ﻭﺃﻣﺎ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺯﻣﺎﻥ ﺍﻟﻤﺒﻌﺚ ﻓﺄﻧﺰﻝ ﺍﻟﻠﻪ
ﺷﺮﻳﻌﺔ ﻛﺎﻣﻠﺔ ﻭﺣﻜﻢ ﺑﺒﻘﺎﺋﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ، ﻓﺎﻟﺸﺮﻉ ﺃﺑﺪﺍ ﻛﺎﻥ ﻛﺎﻣﻼ،ﺇﻻ ﺃﻥ
ﺍﻷﻭﻝ ﻛﻤﺎﻝ ﺇﻟﻰ ﺯﻣﺎﻥ ﻣﺨﺼﻮﺹ،ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﻛﻤﺎﻝ ﺇﻟﻰ ﻳﻮﻡﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻓﻸﺟﻞ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ
ﻗﺎﻝ:ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺃﻛﻤﻠﺖ ﻟﻜﻢ ﺩﻳﻨﻜﻢ
" Agama ini sungguh tidaklah kurang, bahkan selamanya dalam keadaan
Sempurna, artinya Syaria't yg di turunkan oleh Allah di setiap waktu
telah mencukupi kebutuhan pada waktu itu juga, hanya saja Allah yg
Maha Tahu tentu tahu juga pada saat pertama kali Syari'at itu di
turunkan pasti bersesusaian dengan kebutuhan pada saat itu yg tidak
akan selaras dengan kebutuhan hari esok, maka tidak salah jika ada
suatu penetapan hukum yg kemudian di hapus setelah di tetapkan atau di
tambah setelah tidak tercantum.
Adapun Pada Akhir Zaman ini Allah telah menurunkan Syari'at yg
sempurna dan akan selalu eksis sampai hari Kiyamat. Syari'at yg
pertama itu sempurna menurut ukuran zamannya, dan yang kedua
menyempurnakan untuk segala zaman, maka sehubungan dengan hal ini ayat
"Telah aku sempurnakan bagimu Agamamu" ini di turunkan ".
Masih kelanjutan syarh ayat tsb dalam kitab Tafisr Al-Kabir ini:

ﻗﺎﻝﻧﻔﺎﺓ ﺍﻟﻘﻴﺎﺱ:ﺩﻟﺖ ﺍﻵﻳﺔ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ‎ ‎ﺍﻟﻘﻴﺎﺱ ﺑﺎﻃﻞ،ﻭﺫﻟﻚ ﻷﻥ ﺍﻵﻳﺔ ﺩﻟﺖ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ
ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻗﺪ ﻧﺺ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﻓﻲ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﻮﻗﺎﺋﻊ،ﺇﺫ ﻟﻮ ﺑﻘﻲ ﺑﻌﻀﻬﺎ ﻏﻴﺮ ﻣﺒﻴﻦ ﺍﻟﺤﻜﻢ
ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻛﺎﻣﻼ،ﻭﺇﺫﺍ ﺣﺼﻞ ﺍﻟﻨﺺ ﻓﻲ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﻮﻗﺎﺋﻊ ﻓﺎﻟﻘﻴﺎﺱ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﻭﻓﻖ
ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻨﺺ ﻛﺎﻥ ﻋﺒﺜﺎ،ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﺧﻼﻓﻪ ﻛﺎﻥ ﺑﺎﻃﻼ
" Timbul asumsi dari kaum penolak Qiyas : " Ayat tersebut menunjukkan
bahwa hukum qiyas adalah bathil, karena ayat itu menjelaskan bahwa
Allah Swt telah menetapkan hukum dalam segala kejadian. Seandainya
dalam agama masih ada satu hukum saja yang tertinggal penjelasannya,
maka itu menunjukkan kekurangan agama itu sendiri. Jika telah
ditetapkan semua hukum dalam segala kejadian, maka jika qiyas (yang
dihasilkan) itu sesuai dengan ketetapan hukum yang ada, maka qiyas tak
ada artinya sama sekali . Dan jika qiyas itu bertolak belakang dengan
ketetpan hukum, maka qiyas itu bathil adanya ".
Maka kemusykilan ini telah dijawab :
ﺃﺟﺎﺏ ﻣﺜﺒﺘﻮ ﺍﻟﻘﻴﺎﺱ ﺑﺄﻥ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﺈﻛﻤﺎﻝ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺃﻧﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﻴﻦ ﺣﻜﻢ ﺟﻤﻴﻊ
ﺍﻟﻮﻗﺎﺋﻊ ﺑﻌﻀﻬﺎ ﺑﺎﻟﻨﺺ ﻭﺑﻌﻀﻬﺎ ﺑﺄﻥ ﺑﻴﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﻓﻴﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ
ﺍﻟﻘﻴﺎﺱ،ﻓﺈﻧﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻟﻤﺎ ﺟﻌﻞﺍﻟﻮﻗﺎﺋﻊ ﻗﺴﻤﻴﻦ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﺍﻟﺘﻲ‎ ‎ﻧﺺ ﻋﻠﻰ ﺃﺣﻜﺎﻣﻬﺎ،‎
‎ﻭﺍﻟﻘﺴﻢ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ‎ ‎ﺃﻧﻮﺍﻉ ﻳﻤﻜﻦ ﺍﺳﺘﻨﺒﺎﻁ ﺍﻟﺤﻜﻢ‎ ‎ﻓﻴﻬﺎ‎ ‎ﺑﻮﺍﺳﻄﺔ ﻗﻴﺎﺳﻬﺎ ﻋﻠﻰ
ﺍﻟﻘﺴﻢ‎ ‎ﺍﻷﻭﻝ،‎ ‎ﺛﻢ ﺇﻧﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻟﻤﺎ ﺃﻣﺮ ﺑﺎﻟﻘﻴﺎﺱ‎ ‎ﻭﺗﻌﺒﺪ ﺍﻟﻤﻜﻠﻔﻴﻦ ﺑﻪ ﻛﺎﻥ
ﺫﻟﻚ ﻓﻲ‎ ‎ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﺑﻴﺎﻧﺎ ﻟﻜﻞ ﺍﻷﺣﻜﺎﻡ،‎ ‎ﻭﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ‎ ‎ﻛﺬﻟﻚ ﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﺇﻛﻤﺎﻻ
ﻟﻠﺪﻳﻦ‎.‎

" Para ulama yang menetapkan huku qiyas menjawab " Yang dimaksud
dengan telah sempurna agama, adalah bahwa Allah Swt telah menjelaskan
hukum pada semua kejadian,
sebagiannya dengan nash (ketetapan hukum yang sudah tersurat) dan
sebagiannya lagi dengan jalan mengetahui hukum di dalamnya dengan
metode qiyas. Maka Allah telah menjelaskan sebuah hukum pada suatu
kejadian dengan dua cara; yang pertama dengan cara menetapkan nashnya
langsung yaitu ketetapan hukum pastinya, dan yang kedua dengan cara
metode yang memungkinkan bisa menarik kesimpulan dari nash tersebut.
Maka ketika Allah memerintahkan dengan adanya qiyas dan mukallaf
beribadah atas dasar qiyas, maka pada hakikatnya itu adalah sebuah
penjelasan bagi setiap hukum, dengan demikian hal itu merupakan
kesempurnaan agama. "
Maka dengan penjelasan ini runtuhlah asumsi Abu Ubaidah dan para
salafi yang mengatakan tak perlu lagi bid'ah hasanah termasuk perayaan
khaul dalam agama ini berdasarkan ayat tsb.

Kedua; Abu Ubaidah menampilkan ucapan imam Malik untuk melarang bid'ah
hasanah termasuk Khaul berikut:

ﻣَﻦِ ﺍﺑْﺘَﺪَﻉَ ﻓِﻲْ ﺍﻹِﺳْﻠَﺎﻡِ ﺑِﺪْﻋَﺔً ﻳَﺮَﺍﻫَﺎ‎ ‎ﺣَﺴَﻨَﺔً ﻓَﻘَﺪْ
ﺯَﻋَﻢَ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ#
ﺧَﺎﻥَ ﺍﻟﺮِّﺳَﺎﻟَﺔَ ﻟِﺄَﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻳَﻘُﻮْﻝ‎ ‎ُﺍﻟْﻴَﻮْﻡَ
ﺃَﻛْﻤَﻠْﺖُ ﻟَﻜُﻢْ ﺩِﻳﻨَﻜُﻢْ ﻓَﻤَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦ‎ ‎ْﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﺩِﻳْﻨًﺎ
ﻓَﻠَﺎ ﻳَﻜُﻮْﻥُ ﺍﻟْﻴَﻮْﻡَ ﺩِﻳْﻨًﺎ
"Barang siapa melakukan bid'ah dalam Islam dan menganggapnya baik
(bid'ah hasanah), maka sesungguhnya dia telah menuduh Muhammad
shalallahu 'alayhi wa sallam mengkhianati risalah, karena Alloh Ta'ala
berfirman, 'Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu.' Karena
itu, apa saja yang di hari itu (pada zaman Nabi shalallahu 'alayhi wa
sallam) bukan sebagai agama, maka pada hari ini juga tidak termasuk
agama."
Jawaban Saya :
Sungguh memang benar ucapan imam Malik tersebut. Yang dimaksud bid'ah
dalam ucapan beliau itu adalah bid'ah dholalah /sesat, atau meminjam
istilah mereka adalah bid'ah lughowiyyah bukan bid'ah syar'iyyah.
Seperti contoh ; melakukan sholat dengan bahasa Indonesia beralasan
untuk memudahkan pemahaman makna bacaan-bacaan sholat, maka hal baru
ini adalah bid'ah sesat walaupun menganggapnya baik. Atau mendekatkan
diri kepada Allah Swt dengan melakukan sesembahan pada sebuah pohon
atau menghanyutkan banyak makanan ke laut, atau berkeyakinan bahwa
semua perbuatan hamba majbur (terbelenggu) dengan perbuatan Allah dan
tak ada ikhtiyar, maka semua ini adalah bid'ah sesat walaupun mereka
menggapnya baik, karena semuanya bertentangan dengan Al-Quran dan
Hadits.
Dari sini sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki memberikan sebuah ta'rif
bid'ah yang sebenarnya terlarang ada dalam ta'rif bid'ah syar'iyyah,
karena mengada-ngada dalam syare'at jelas semua sepakat itu adalah
terlarang dan sesat. Sedangkan bid'ah-bid'ah yang diperbolehkan masuk
dalam ta'rif bid'ah lughawiyyah, beliau ingin menawarkan sebuah solusi
dari titik permasalahan bid'ah, berikut petikan komentar beliau :

ﻭﻟﺬﻟﻚ ﻓﺈﻥ ﺗﻘﺴﻴﻢ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﺇﻟﻰ ﺣﺴﻨﺔ‎ ‎ﻭﺳﻴﺌﺔ ﻓﻲ ﻣﻔﻬﻮﻣﻨﺎ ﻟﻴﺲ ﺇﻻ ﻟﻠﺒﺪﻋﺔ‎
‎ﺍﻟﻠﻐﻮﻳﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﻫﻲ ﻣﺠﺮﺩ ﺍﻻﺧﺘﺮﺍﻉ‎ ‎ﻭﺍﻹﺣﺪﺍﺙ،ﻭﻻ ﻧﺸﻚ ﺟﻤﻴﻌﺎً ﻓﻲ ﺃﻥ‎ ‎ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ
ﺑﺎﻟﻤﻌﻨﻰ ﺍﻟﺸﺮﻋﻲ ﻟﻴﺴﺖ ﺇﻻ‎ ‎ﺿﻼﻟﺔ ﻭﻓﺘﻨﺔ ﻣﺬﻣﻮﻣﺔ ﻣﺮﺩﻭﺩﺓ‎ ‎ﻣﺒﻐﻮﺿﺔ،ﻭﻟﻮ ﻓﻬﻢ
ﺃﻭﻟﺌﻚ ﺍﻟﻤﻨﻜﺮﻭﻥ‎ ‎ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ﻟﻈﻬﺮ ﻟﻬﻢ ﺃﻥ ﻣﺤﻞ‎ ‎ﺍﻻﺟﺘﻤﺎﻉ ﻗﺮﻳﺐ ﻭﻣﻮﻃﻦ
ﺍﻟﻨﺰﺍﻉ ﺑﻌﻴﺪ.‎ ‎ﻭﺯﻳﺎﺩﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﻘﺮﻳﺐ ﺑﻴﻦ ﺍﻷﻓﻬﺎﻡ ﺃﺭﻯ‎ ‎ﺃﻥ ﻣﻨﻜﺮﻱ ﺍﻟﺘﻘﺴﻴﻢ
ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻨﻜﺮﻭﻥ‎ ‎ﺗﻘﺴﻴﻢ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﺑﺪﻟﻴﻞ‎ ‎ﺗﻘﺴﻴﻤﻬﻢ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﺇﻟﻰ ﺩﻳﻨﻴﺔ
ﻭﺩﻧﻴﻮﻳﺔ،‎ ‎ﻭﺍﻋﺘﺒﺎﺭﻫﻢ ﺫﻟﻚ ﺿﺮﻭﺭﺓ.‎ ‎ﻭﺃﻥ ﺍﻟﻘﺎﺋﻠﻴﻦ‎ ‎ﺑﺎﻟﺘﻘﺴﻴﻢ ﺇﻟﻰ ﺣﺴﻨﺔ
ﻭﺳﻴﺌﺔ ﻳﺮﻭﻥ ﺃﻥ‎ ‎ﻫﺬﺍ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﻟﻠﺒﺪﻋﺔ ﺍﻟﻠﻐﻮﻳﺔ‎ ‎ﻷﻧﻬﻢ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ:‎ ‎ﺇﻥ
ﺍﻟﺰﻳﺎﺩﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ‎ ‎ﻭﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﺿﻼﻟﺔ ﻭﺳﻴﺌﺔ ﻛﺒﻴﺮﺓ،‎ ‎ﻭﻻ‎ ‎ﺷﻚ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻋﻨﺪﻫﻢ
ﻓﺎﻟﺨﻼﻑ ﺷﻜﻠﻲ

"karena itu, sesungguhnya pembagian bid'ah pada bid'ah hasanah dan
sayyi'ah dalam konsep kita tidak lain kecuali diarahkan untuk bid'ah
lughawiyah yang hanya semata-mata kreasi baru (yang tidak bertentangan
dengan al-qur'an dan al-hadits). Kita semua tidak ragu bahwa bid'ah
dalam arti syar'iy tidak ada kemungkinan lain kecuali sesat, fitnah,
tercecela dan tertolak".

Kedua ; Kemudian Abu Ubaidah melarang khoul dengan alasan :
"Seandainya perayaan maulid ini merupakan bagian agama yang
disyari'atkan tetapi Nabi shalallahu 'alayhi wasallam tidak
menjelaskannya kepada umat, maka itu berarti Nabi shalallahu 'alayhi
wasallam berkhianat. Hal ini tidak mungkin karena Nabi shalallahu
'alayhi wasallam telah menyampaikan risalah Alloh dengan amanah dan
sempurna sebagaimana disaksikan oleh umatnya dalam perkumpulan yang
besar di Arafah ketika haji wada'
ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓِﻲْ ﻗِﺼَّﺔِ ﺣَﺠَّﺔ‎ ‎ِﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ…
:ﻭَﺃَﻧْﺘُﻢْ ﺗُﺴْﺄَﻟُﻮﻥَ ﻋَﻨِّﻲ،‎ ‎ﻓَﻤَﺎ‎ ‎ﺃَﻧْﺘُﻢْ ﻗَﺎﺋِﻠُﻮﻥَ؟
ﻗَﺎﻟُﻮﺍ:ﻧَﺸْﻬَﺪُ ﺃَﻧَّﻚَ ﻗَﺪ‎ ‎ْﺑَﻠَّﻐْﺖَ،‎ ‎ﻭَﺃَﺩَّﻳْﺖَ،‎
‎ﻭَﻧَﺼَﺤْﺖَ,‎ ‎ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺑِﺈِﺻْﺒِﻌِﻪ‎ ‎ِﺍﻟﺴَّﺒَﺎﺑَﺔِ ﻳَﺮْﻓَﻌُﻬَﺎ ﺇِﻟَﻰ
ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ،‎ ‎ﻭَﻳَﻨْﻜُﺘُﻬَﺎ‎ ‎ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ:ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﺷْ
ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓِﻲْ ﻗِﺼَّﺔِ ﺣَﺠَّﺔ‎ ‎ِﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ…
:ﻭَﺃَﻧْﺘُﻢْ ﺗُﺴْﺄَﻟُﻮﻥَ ﻋَﻨِّﻲ،‎ ‎ﻓَﻤَﺎ‎ ‎ﺃَﻧْﺘُﻢْ ﻗَﺎﺋِﻠُﻮﻥَ؟
ﻗَﺎﻟُﻮﺍ:ﻧَﺸْﻬَﺪُ ﺃَﻧَّﻚَ ﻗَﺪ‎ ‎ْﺑَﻠَّﻐْﺖَ،‎ ‎ﻭَﺃَﺩَّﻳْﺖَ،‎
‎ﻭَﻧَﺼَﺤْﺖَ,‎ ‎ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺑِﺈِﺻْﺒِﻌِﻪ‎ ‎ِﺍﻟﺴَّﺒَﺎﺑَﺔِ ﻳَﺮْﻓَﻌُﻬَﺎ ﺇِﻟَﻰ
ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ،‎ ‎ﻭَﻳَﻨْﻜُﺘُﻬَﺎ‎ ‎ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ:ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﺷْﻬَﺪْ،‎
‎ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﺷْﻬَﺪْ،‎ ‎ﺛَﻠَﺎﺙَ ﻣَﺮَّﺍﺕ
ٍ
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu tentang kisah hajinya Nabi
shalallahu 'alayhi wasallam (setelah beliau berkhotbah di Arafah).
Nabi shalallahu 'alayhi wasallam bersabda, "Kalian akan ditanya
tentang diriku, lantas apakah jawaban kalian?" Mereka menjawab, "Kami
bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan, menunaikan, dan menasihati."
Lalu Nabi shalallahu 'alayhi wasallam mengatakan dengan mengangkat
jari telunjuknya ke langit dan mengisyaratkan kepada manusia, "Ya
Alloh, saksikanlah, ya Alloh saksikanlah, sebanyak tiga kali Jawaban
saya :
Perhatikan argumentasi bodoh Abu Ubaidah tersebut ""Seandainya
perayaan maulid ini merupakan bagian agama yang disyari'atkan tetapi
Nabi shalallahu 'alayhi wasallam tidak menjelaskannya kepada umat,
maka itu berarti Nabi shalallahu 'alayhi wasallam berkhianat ".
Konsekuensi dari argumntasi itu akan menimbulkan pemahaman bahwa
setiap apa yang tidak dijelaskan oleh Nabi Saw adalah bukan bagian
dari agama alias suatu penambahan agama.
Sungguh argumntasi Abu Ubaidah tersebut adalah suatu kesalahan fatal
dan bertentangan dengan syare'at dan justru dia telah terjebak dalam
bid'ah dholalah yang akan merusak sendi-sendi agama.
Simak penjelasannya berikut :

• Allah Swt berfirman :

ﻭَﻣَﺎ ﺍَﺗَﺎﻛُﻢُ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮْﻝُ ﻓَﺨُﺬُﻭﻩُ ﻭَﻣَﺎ ﻧَﻬَﺎﻛُﻢ‎ ‎ْﻋَﻨْﻪ‎ ‎َُﺍﻧْﺘَﻬُﻮْﺍ

'Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepadamu maka ambillah, dan apa saja
yang dilarang oleh Rasul maka berhentilah (mengerjakannya). (QS.
Al-Hasyr : 7) Coba perhatikan, ayat diatas dengan jelas menyebutkan
bahwa perintah agama adalah apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW, dan
yang dinamakan larangan agama adalah apa yang memang dilarang oleh
Rasulullah SAW. Dalam ayat diatas ini tidak dikatakan:

ﻭَﻣﺎَ ﻟَﻢْ ﻳَﻔْﻌَﻠْﻪُ ﺍَﻭْﻟَﻢْ ﻳﺒَﻴّﻨْﻪُ ﻓَﺎﻧْﺘَﻬُﻮْﺍ

"Dan apa saja yang tidak pernah dikerjakan atau tidak dijelaskan oleh
Rasulullah Saw, maka berhentilah (mengerjakannya)."

•Renungkan hadits Nabi Saw berikut :

ﻣﺎ ﺍﺣﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﻓﻬﻮ ﺣﻼﻝ‎ ‎ﻭﻣﺎ‎ ‎ﺣﺮﻡ ﻓﻬﻮ ﺣﺮﺍﻡ ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ ﻋﻨﻪ ﻓﻬﻮ‎
‎ﻋﺎﻓﻴﺔ ﻓﻘﺒﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﺎﻓﻴﺔ ﻓﺎﻥ‎ ‎ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻧﺴﻴﺎ ﺛﻢ ﺗﻼ ﻫﺬﻩ ﺍﻻﻳﺔ‎
‎ﻭﻣﺎﻛﺎﻥ ﺭﺑﻚ ﻧﺴﻴﺎ

" Apa yang dihalalkan Allah dalam kitabNya maka halal, apa yang
diharamkan maka haram dan apa saja yang tidak dikomentarinya maka itu
maaf (dispensasi). Maka terimalah dispensasi dariNya. Karena Allah Swt
tidak pernah lupa, lalu beliau membaca ayat ini; Wama kaana rabbuka
mansiyya ". (HR. Hakim,al-Bazzar dan ath-Thabrani)
Sanad hadits ini dinilai shahih oleh imam Hakim dan adz-Dzahabi dalam
al-Mustadrak dan at-Takhshis.
Dalam hadits ini Rasulullah Saw memberi penegasan bahwa setiap hal
yang tidak dikomentari maka merupakan dispensasi langsung dari Allah
Swt. Sehingga dengan hadits ini dapat dimengerti bahwa banyak sekali
amal sholeh dan kebaikan dilakukan di luar nash al-Quran secara jelas
dan terperinci.
Bukan berarti Allah Swt lupa akan hal itu atau Nabi Saw berkhianat
tidak menjelaskannya, karena beliau sendiri telah memberikan
jawabannya dengan membaca ayat di atas tersebut :

ﻭﻣﺎ‎ ‎ﻛﺎﻥ ﺭﺑﻚ ﻧﺴﻴﺎ

" Dan tidaklah Tuhanmu lupa " (QS.Maryam : 64) Setiap hal yang tidak
pernah dilakukan Nabi Muhammad Saw tidak bisa dianggap bid'ah ataupun
dihukumi haram hanya karena tidak pernah dilakukannya, tanpa ada dalil
yang melarangnya. Bahkan bisa jadi hal-hal yang tidak dilakukan Nabi
Saw menunjukkan bahwa hal tersebut disyare'atkan.

Demikian juga setiap hal yang tidak pernah dilakukan generasi salaf,
tidak bisa dianggap bid'ah hanya karena tidak pernah dilakukan mereka.
Terkadang Nabi Saw tidak melalukan karena beberapa hal diantaranya :

- lupa, sebagaimana kejadian beliau waktu lupa dalam sholat dan
ditanya " Apakah ada hukum baru dalam sholat ? "
Nabi Saw menjawab ;

ﺍﻧﻪ ﻟﻮ ﺣﺪﺙ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺷﻲﺀ ﻟﻨﺒﺄﺗﻜﻢ‎ ‎ﺑﻪ ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻧﻤﺎ ﺍﻧﺎ ﺑﺸﺮ ﻣﺜﻠﻜﻢ ﺍﻧﺴﻰ‎
‎ﻛﻤﺎ ﺗﻨﺴﻮﻥ ﻓﺎﺫﺍ ﻧﺴﻴﺖ ﻓﺬﻛﺮﻭﻧﻲ

" Sungguh andai ada hukum baru dalam sholat akan aku beritahu kalian,
namun aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, aku bisa lupa
seperti kalian, jika aku lupa maka ingatkanlah aku " (HR. Bukhari dan
Muslim)

- khawatir akan diwajibkan bagi umatnya
- Menjaga perasaan orang lain
- Atau karena telah tercakup dalam keumuman ayat al-Quran dan Hadits.
Seperti telah menjadi hal maklum, beliau tidak melakukan semua
kesunnahan,
karena telah termuat dalam ayat al-Quran ;

ﻭﺍﻓﻌﻠﻮﺍ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﻔﻠﺤﻮﻥ

" Dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan " (QS. Hajj : 77)
Kesimpulannya adalah : setiap hal baru jika ada dasar agamanya yang
mendukung, maka itu bukanlah bid'ah atau haram. Perhatikan ucapan imam
Syafi'I berikut :

ﻛﻞ ﻣﺎ ﻟﻪ ﻣﺴﺘﻨﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﻓﻠﻴﺲ‎ ‎ﺑﺒﺪﻋﺔ ﻭﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﻌﻤﻞ ﺑﻪ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﻻﻥ‎ ‎ﺗﺮﻛﻬﻢ
ﻟﻠﻌﻤﻞ ﺑﻪ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻌﺬﺭ ﻗﺎﻡ‎ ‎ﻟﻬﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﻗﺖ ﺍﻭ ﻟﻤﺎ ﻫﻮ ﺍﻓﻀﻞ ﺍﻭnya Nabi
shalallahu 'alayhi wasallam (setelah beliau berkhotbah di Arafah).
Nabi shalallahu 'alayhi wasallam bersabda, "Kalian akan ditanya
tentang diriku, lantas apakah jawaban kalian?" Mereka menjawab, "Kami
bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan, menunaikan, dan menasihati."
Lalu Nabi shalallahu 'alayhi wasallam mengatakan dengan mengangkat
jari telunjuknya ke langit dan mengisyaratkan kepada manusia, "Ya
Alloh, saksikanlah, ya Alloh saksikanlah, sebanyak tiga kali Jawaban
saya :
Perhatikan argumentasi bodoh Abu Ubaidah tersebut ""Seandainya
perayaan maulid ini merupakan bagian agama yang disyari'atkan tetapi
Nabi shalallahu 'alayhi wasallam tidak menjelaskannya kepada umat,
maka itu berarti Nabi shalallahu 'alayhi wasallam berkhianat ".
Konsekuensi dari argumntasi itu akan menimbulkan pemahaman bahwa
setiap apa yang tidak dijelaskan oleh Nabi Saw adalah bukan bagian
dari agama alias suatu penambahan agama.
Sungguh argumntasi Abu Ubaidah tersebut adalah suatu kesalahan fatal
dan bertentangan dengan syare'at dan justru dia telah terjebak dalam
bid'ah dholalah yang akan merusak sendi-sendi agama.
Simak penjelasannya berikut :

• Allah Swt berfirman :

ﻭَﻣَﺎ ﺍَﺗَﺎﻛُﻢُ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮْﻝُ ﻓَﺨُﺬُﻭﻩُ ﻭَﻣَﺎ ﻧَﻬَﺎﻛُﻢ‎ ‎ْﻋَﻨْﻪ‎ ‎َُﺍﻧْﺘَﻬُﻮْﺍ

'Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepadamu maka ambillah, dan apa saja
yang dilarang oleh Rasul maka berhentilah (mengerjakannya). (QS.
Al-Hasyr : 7) Coba perhatikan, ayat diatas dengan jelas menyebutkan
bahwa perintah agama adalah apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW, dan
yang dinamakan larangan agama adalah apa yang memang dilarang oleh
Rasulullah SAW. Dalam ayat diatas ini tidak dikatakan:

ﻭَﻣﺎَ ﻟَﻢْ ﻳَﻔْﻌَﻠْﻪُ ﺍَﻭْﻟَﻢْ ﻳﺒَﻴّﻨْﻪُ ﻓَﺎﻧْﺘَﻬُﻮْﺍ

"Dan apa saja yang tidak pernah dikerjakan atau tidak dijelaskan oleh
Rasulullah Saw, maka berhentilah (mengerjakannya)."

•Renungkan hadits Nabi Saw berikut :

ﻣﺎ ﺍﺣﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﻓﻬﻮ ﺣﻼﻝ‎ ‎ﻭﻣﺎ‎ ‎ﺣﺮﻡ ﻓﻬﻮ ﺣﺮﺍﻡ ﻭﻣﺎﺳﻜﺖ ﻋﻨﻪ ﻓﻬﻮ‎
‎ﻋﺎﻓﻴﺔ ﻓﻘﺒﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﺎﻓﻴﺔ ﻓﺎﻥ‎ ‎ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻧﺴﻴﺎ ﺛﻢ ﺗﻼ ﻫﺬﻩ ﺍﻻﻳﺔ‎
‎ﻭﻣﺎﻛﺎﻥ ﺭﺑﻚ ﻧﺴﻴﺎ

" Apa yang dihalalkan Allah dalam kitabNya maka halal, apa yang
diharamkan maka haram dan apa saja yang tidak dikomentarinya maka itu
maaf (dispensasi). Maka terimalah dispensasi dariNya. Karena Allah Swt
tidak pernah lupa, lalu beliau membaca ayat ini; Wama kaana rabbuka
mansiyya ". (HR. Hakim,al-Bazzar dan ath-Thabrani)
Sanad hadits ini dinilai shahih oleh imam Hakim dan adz-Dzahabi dalam
al-Mustadrak dan at-Takhshis.
Dalam hadits ini Rasulullah Saw memberi penegasan bahwa setiap hal
yang tidak dikomentari maka merupakan dispensasi langsung dari Allah
Swt. Sehingga dengan hadits ini dapat dimengerti bahwa banyak sekali
amal sholeh dan kebaikan dilakukan di luar nash al-Quran secara jelas
dan terperinci.
Bukan berarti Allah Swt lupa akan hal itu atau Nabi Saw berkhianat
tidak menjelaskannya, karena beliau sendiri telah memberikan
jawabannya dengan membaca ayat di atas tersebut :

ﻭﻣﺎ‎ ‎ﻛﺎﻥ ﺭﺑﻚ ﻧﺴﻴﺎ

" Dan tidaklah Tuhanmu lupa " (QS.Maryam : 64) Setiap hal yang tidak
pernah dilakukan Nabi Muhammad Saw tidak bisa dianggap bid'ah ataupun
dihukumi haram hanya karena tidak pernah dilakukannya, tanpa ada dalil
yang melarangnya. Bahkan bisa jadi hal-hal yang tidak dilakukan Nabi
Saw menunjukkan bahwa hal tersebut disyare'atkan.

Demikian juga setiap hal yang tidak pernah dilakukan generasi salaf,
tidak bisa dianggap bid'ah hanya karena tidak pernah dilakukan mereka.
Terkadang Nabi Saw tidak melalukan karena beberapa hal diantaranya :

- lupa, sebagaimana kejadian beliau waktu lupa dalam sholat dan
ditanya " Apakah ada hukum baru dalam sholat ? "
Nabi Saw menjawab ;

ﺍﻧﻪ ﻟﻮ ﺣﺪﺙ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺷﻲﺀ ﻟﻨﺒﺄﺗﻜﻢ‎ ‎ﺑﻪ ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻧﻤﺎ ﺍﻧﺎ ﺑﺸﺮ ﻣﺜﻠﻜﻢ ﺍﻧﺴﻰ‎
‎ﻛﻤﺎ ﺗﻨﺴﻮﻥ ﻓﺎﺫﺍ ﻧﺴﻴﺖ ﻓﺬﻛﺮﻭﻧﻲ

" Sungguh andai ada hukum baru dalam sholat akan aku beritahu kalian,
namun aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, aku bisa lupa
seperti kalian, jika aku lupa maka ingatkanlah aku " (HR. Bukhari dan
Muslim)

- khawatir akan diwajibkan bagi umatnya
- Menjaga perasaan orang lain
- Atau karena telah tercakup dalam keumuman ayat al-Quran dan Hadits.
Seperti telah menjadi hal maklum, beliau tidak melakukan semua
kesunnahan,
karena telah termuat dalam ayat al-Quran ;

ﻭﺍﻓﻌﻠﻮﺍ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﻔﻠﺤﻮﻥ

" Dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan " (QS. Hajj : 77)
Kesimpulannya adalah : setiap hal baru jika ada dasar agamanya yang
mendukung, maka itu bukanlah bid'ah atau haram. Perhatikan ucapan imam
Syafi'I berikut :

ﻛﻞ ﻣﺎ ﻟﻪ ﻣﺴﺘﻨﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﻓﻠﻴﺲ‎ ‎ﺑﺒﺪﻋﺔ ﻭﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﻌﻤﻞ ﺑﻪ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﻻﻥ‎ ‎ﺗﺮﻛﻬﻢ
ﻟﻠﻌﻤﻞ ﺑﻪ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻌﺬﺭ ﻗﺎﻡ‎ ‎ﻟﻬﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﻗﺖ ﺍﻭ ﻟﻤﺎ ﻫﻮ ﺍﻓﻀﻞ ﺍﻭ‎ ‎ﻟﻌﻠﻪ ﻟﻢ
ﻳﺒﻠﻎ ﺟﻤﻴﻌﻬﻢ ﻋﻠﻢ ﺑﻪ
" Setiap hal yang mempunyai landasan syara' maka bukan bid'ah
walauppun tidak dilakukan oleh golongan salaf.
Mereka tidak melakukannya karena terkadang ada udzur saat itu, ada
yang lebih utama atau pengetahuan tentang hal tersebut belum sampai
pada mereka semua ".
Bahkan sangat banyak sekali hal-hal baru yang dilakukan para sahabat
dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi Saw seperti contoh :

- Pem
" Setiap hal yang mempunyai landasan syara' maka bukan bid'ah
walauppun tidak dilakukan oleh golongan salaf.
Mereka tidak melakukannya karena terkadang ada udzur saat itu, ada
yang lebih utama atau pengetahuan tentang hal tersebut belum sampai
pada mereka semua ".
Bahkan sangat banyak sekali hal-hal baru yang dilakukan para sahabat
dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi Saw seperti contoh :

- Pemindahan Maqam Ibrahim yang dilakukan Umar bin
Khaththab Ra dari tempat asalnya yang menempel Ka'bah ke tempat yang
kita kenal sekarang ini.

ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺍﻥ ﺍﻟﻤﻘﺎﻡ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺯﻣﻦ‎ ‎ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ‎ ‎ﻭﺯﻣﺎﻥ
ﺍﺑﻲ ﺑﻜﺮ ﻣﻠﺘﺼﻔﺎ ﺑﺎﻟﺒﻴﺖ ﺛﻢ‎ ‎ﺍﺧﺮﻩ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﺍﻟﺨﻄﺎﺏ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ

" Dari Aisyah Ra, sesunguhnya maqam Ibrahim pada masa Rasulullah Saw
dan Abu Bakar menempel Ka'bah, kemudian Umar bin Khaththab Ra
memindahkannya ke belakang ". (HR. al-Baihaqi)
- Abu Hurairah Ra membuat tasbih 2000 biji yang digunakan wiridan di
setiap malamnya.
- Tambahan talbiyah Abdullah bin Umar pada talbiyah Rasulullah Saw,
dalam shahih Muslim disebutkan :

ﻭﻛﺎﻥ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ‎ ‎ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻳﺰﻳﺪ ﻓﻴﻬﺎ ﻟﺒﻴﻚ ﻟﺒﻴﻚ ﻭﺳﻌﺪﻳﻚ‎
‎ﻭﺍﻟﺨﻴﺮ ﺑﻴﺪﻳﻚ ﻟﺒﻴﻚ ﻭﺍﻟﺮﻏﺒﺔ ﺍﻟﻴﻚ‎ ‎ﻭﺍﻟﻌﻤﻞ

" Abdullah bin Umar menambahi talbiyah Rasul Saw dengan kalimat ; "
Labbaika labbaika, wa sa'daika, wal khairu bi yadaika, labbaika ilaika
war raghbatu ilaika wal 'amal ". (HR. Muslim)
Bersambung…
(Ibnu Abdillah AlKatibiy)
21. 11.2011Khaththab Ra dari tempat asalnya yang menempel Ka'bah ke
tempat yang kita kenal sekarang ini.

ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺍﻥ ﺍﻟﻤﻘﺎﻡ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺯﻣﻦ‎ ‎ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ‎ ‎ﻭﺯﻣﺎﻥ
ﺍﺑﻲ ﺑﻜﺮ ﻣﻠﺘﺼﻔﺎ ﺑﺎﻟﺒﻴﺖ ﺛﻢ‎ ‎ﺍﺧﺮﻩ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﺍﻟﺨﻄﺎﺏ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ

" Dari Aisyah Ra, sesunguhnya maqam Ibrahim pada masa Rasulullah Saw
dan Abu Bakar menempel Ka'bah, kemudian Umar bin Khaththab Ra
memindahkannya ke belakang ". (HR. al-Baihaqi)
- Abu Hurairah Ra membuat tasbih 2000 biji yang digunakan wiridan di
setiap malamnya.
- Tambahan talbiyah Abdullah bin Umar pada talbiyah Rasulullah Saw,
dalam shahih Muslim disebutkan :

ﻭﻛﺎﻥ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ‎ ‎ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻳﺰﻳﺪ ﻓﻴﻬﺎ ﻟﺒﻴﻚ ﻟﺒﻴﻚ ﻭﺳﻌﺪﻳﻚ‎
‎ﻭﺍﻟﺨﻴﺮ ﺑﻴﺪﻳﻚ ﻟﺒﻴﻚ ﻭﺍﻟﺮﻏﺒﺔ ﺍﻟﻴﻚ‎ ‎ﻭﺍﻟﻌﻤﻞ

" Abdullah bin Umar menambahi talbiyah Rasul Saw dengan kalimat ; "
Labbaika labbaika, wa sa'daika, wal khairu bi yadaika, labbaika ilaika
war raghbatu ilaika wal 'amal ". (HR. Muslim)
Bersambung…
(Ibnu Abdillah AlKatibiy)
21. 11.2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar