Kamis, 06 Oktober 2011
Duduk Tawarruk Dalam Tahiyat Akhir
awud [1:194] dengan isnad shahih, asalnya pada al-Bukhari).
Dalam riwayat lain yang shahih disebutkan, "Ketika berada pada raka'at yang menjadi penutup shalat, beliau mengeluarkan kaki kiri, lalu duduk tawarruk di atas sudut kirinya." (HR. Ibnu Hiban [5:188], al-Baihaqi dalam Sunannya [2:129], yang merupakan hadits shahih).
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengungkapkan, "Hadits ini merupakan hujjah yang kuat bagi Syafi'i dan yang sependapat dengannya, bahwa cara duduk tahiyyat awal berbeda dengan cara duduk tahiyyat akhir. Syafi'i juga telah berargumentasi dengan hadits ini bahwa tahiyyat Shalat Shubuh seperti tahiyyat akhir shalat selain Shubuh, berdasarkan keumuman ucapan hadits, '... pada raka'at terakhir'."
Yang sunnah pada raka'at kedua (terakhir) Shalat Shubuh adalah duduk tawarruk. Sebenarnya, cara duduk bagaimanapun dalam shalat adalah boleh, tetapi hal itu makruh secara ijma' 'ulama kalau dilakukan tanpa suatu kepentingan sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari [2:306], Ibnu Hajar mengutip dari Ibnu Abdil Barr bahwa, "Para 'ulama berikhtilaf tentang tarabu' (duduk bersila) dalam shalat sunnah dan fardhu bagi yang sakit. Adapun yang sehat, maka tidak boleh tarabu' dalam shalat fardhu berdasarkan ijma' 'ulama. Demikian Ibnu Abdil Barr mengatakan." Ibnu Hajar melanjutkan, "Barangkali maksud Ibnu Abdil Barr ialah, meniadakan kebolehan dan menetapkan kemakruhan."
Ada riwayat shahih berkenaan dengan masalah ini, dari Abdullah bin Abdullah bahwa ia pernah melihat Ibnu 'Umar r.a. melakukan duduk tarabu' dalam shalat. Saya yang saat itu masih sangat muda mengikutinya, tetapi Ibnu 'Umar melarang saya seraya berpesan, "Sunnah shalat ialah meluruskan kaki kanan dan membengkokkan kaki kiri". Saya bertanya, "Tetapi engkau melakukannya?". Kemudia Ibnu 'Umar menjawab, "Saya melakukannya karena kaki saya tidak kuat menahan tubuh saya." (HR. al-Bukhari [2:305]).
(Sifat Shalat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang Shahih. Dari Takbir Sampai Salam, Syeikh Hasan Ali as-Saqqaf al-Qurasyi al-Hasyimi, halaman 116-117)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar